Blogger news

Pages

Selasa, 13 September 2011

Thanks Malaysia


Dari tahun ke tahun, ada ada saja ulah negara tetangga Indonesia itu. meski kita serumpun, negara tersebut sepertinya suka sekali main klaim budaya asli Indonesia. siapa lagi kalau bukan Malaysia?

Hubungan Indonesia dan Malaysia sebenarnya tak ada masalah. sejak munculnya kasus Pulau Ambalat, disertai dengan lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, Indonesia benar benar kecolongan waktu itu. PBB mengabulkan klaim Malaysia bahwa pulau pulau kecil di perbatasan itu kini menjadi miliknya. belum lagi pengklaiman Reog Ponorogo, tari Pendet dari Bali dan batik Indonesia, hubungan keduanya mulai memanas. untung saja Indonesia mengambil tindakan cepat dengan mendaftarkan kekayaan budaya tersebut ke UNESCO. alhasil, negara semenanjung itu tak berani mengutak utik tiga warisan nenek moyang bangsa Indonesia tersebut.

Baru baru ini, Malaysia berulah lagi. ia kembali mengklaim masakan asli Sumatera Barat, rendang, sebagai makanan khas mereka. padahal, jelas jelas masakan yang dianggap sebagai salah satu masakan terlezat di dunia itu adalah asli Indonesia, lengkap dengan bumbu masakannya.

Lalu, bagaimana sebaiknya sikap kita?
Tidakkah kamu memperhatikan? Indonesia selalu kebakaran jenggot setiap kali Malaysia mengklaim ini itu. perhatian pemerintah langsung tertuju pada hal tersebut dan berusaha keras untuk mempertahankannya dari perebutan negara asing.
padahal, sebelumnya pemerintah seakan akan tak peduli akan warisan budaya tersebut bukan?

Berterima kasihlah kepada Malaysia.

No Matter How Much You Hate Your School...


Rutinitas biasanya menyebabkan kebosanan. sesuatu yang diulang ulang dalam jangka waktu yang lama, tak pelak akan mendatangkan kejenuhan tingkat tinggi. mau tidak mau diakui, masa kecil dan remaja kita paling banyak dihabiskan di bangku sekolah. yah, bayangkan saja= bangun dan berangkat di pagi hari, (belum lagi kalau hari hujan) bertemu dengan teman dan musuh bebuyutan, menghadapi guru sekaligus pelajaran yang menyenangkan dan di sisi lain menyebalkan, bosan dengan model pembelajaran di sekolah, lingkungan yang itu itu saja dan yang paling rawan adalah minimnya uang saku.

Aku masih ingat dulu ketika aku masih SMA, aku diberi uang saku Rp 3.000,- itu uang sakuku sehari, termasuk uang transport. konsekuensinya, kalau berangkat naik angkot, berpuasalah aku di sekolah. kalau jalan kaki, setidaknya ada alasan untuk nongkrong sejenak di kantin sekolah. toh kebanyakan temanku sudah hafal kalau aku tipe orang yang jarang jajan di sekolah. namun jangan dipukul rata lho, kalau tidak jajan berarti aku sedang tidak punya uang. tentu saja aku punya tabungan.

Suka duka sekolah memang tak akan habis diceritakan dalam sebuah tulisan. payahnya, aku tak sempat menuliskan semuanya saat aku masih sekolah dulu. namun, ada sebuah kesimpulan yang membuatku yakin sampai saat ini: tak apalah kamu sangat membenci sekolahmu sekarang. namun, suatu hari nanti kamu akan merindukan masa masa tersebut.

Senin, 12 September 2011

Country Train


Rasanya, semua orang punya alasan mengapa mereka takut pada suatu hal. takut kepada hewan tertentu, ketinggian, gelap, darah, bahkan hantu sekalipun. kemudian muncul istilah phobia untuk menamai rasa takut tersebut. percaya atau tidak, aku sebenarnya takut naik kereta api (entah istilah phobianya apa), mungkin gara gara dulu terlalu banyak melihat kecelakaan kereta api di televisi, ditambah lagi film hantu Indonesia yang mengambil subjek alat transportasi ini. sekilas, terdengar aneh memang.

Pengalaman pertama naik kereta api yaitu ketika aku dan ibu berangkat dari Bogor ke Jakarta. kami naik kereta commuter line alias kereta api mewah ber-AC. Namun sialnya, kami tidak dapat tempat duduk karena saking penuhnya. terpaksa kami berdiri. saat itulah terjadi kejadian unik, ada 2 orang laki laki berpenampilan necis berdiri di sampingku. mereka berbicara suatu hal dengan bahasa Perancis. banyak orang yang terpana melihat keduanya berkomunikasi, sebagian dari mereka mungkin tak tahu bahasa apa itu. unik sekali kedengarannya. di tengah tengah percakapan, keduanya saling berpandangan satu sama lain, tak canggung lagi mereka saling meraba dada. disaksikan semua orang di satu gerbong. omfs...

Sedangkan pengalaman terakhirku naik kereta api, ketika berangkat dari Jakarta ke Purwokerto. rupanya, momen inilah yang sedikit demi sedikit mengubah persepsi ngeriku tentang kereta api. di saat kereta yang aku tumpangi melewati daerah pegunungan perbatasan Jabar-Jateng, aku bisa melihat pemandangan yang amat menakjubkan. barisan pegunungan dengan rumput rumput kering sebab lama hujan tak kunjung turun, jembatan dengan sungai berjeram, deretan sawah dan ladang, ilalang yang menguning (so country...), serta pemandangan lain yang membuatku ingin mengulanginya lagi.

Tentang sebuah kereta api yang melewati daerah pedesaan...

Sungai Batang?

Tak seorang pun orang Palembang yang tak mengenal daerah yang bernama Sungai Batang (SB). inilah pusat preman dan dedemit yang paling gahar dan mengerikan di provinsi Sumatera Selatan ini.
Mendapat cerita dari Om Syahril tadi pagi, sambil minum teh dan menikmati brownies, dia bercerita dua tema kisah yang dua dua nya sangat membuat bulu kuduk berdiri bagi siapapun, tak terkecuali orang Jawa macam aku.

*tentang hantu.
ada sebuah masjid tua di daerah situ yang bisa terlihat langsung dari jalan raya. dulu sebelum dijadikan masjid, bangunan itu adalah madrasah lengkap dengan bangku dan meja. di setiap pojokan belakang kelas, ada dua payung yang digunakan sebagai pelengkap prosesi pemakaman. pada hari hari tertentu, payung ini bisa bergerak sendiri dan mengeluarkan suara gemeretak. hiii...
ada pula penampakan anjing berkepala manusia serta kera jadi jadian yang suka memanjat genting rumah penduduk. tak jarang mereka mengganggu penduduk setempat. amit amit tinggal di situ dah.

*kisah preman.
masih berkaitan soal bangunan masjid tua itu. dulu ada seorang penjudi yang berkelahi dengan dua preman dari Madura di depan masjid tersebut. sayangnya si penjudi kalah tanding dan digoroknyalah lehernya sampai darah berceceran. oleh si pembunuh, cipratan darah itu diberi perasan air jeruk nipis. hasilnya, arwah orang tersebut malamnya berteriak teriak kepanasan.

*sudah tahu kan mengapa oorang orang Palembang gentar dengan password "Sungai Batang"?

Jombang

Silaturahmi ke saudara Om Syahril di daerah Sungai Batang, sebelah timur pabrik pupuk Pusri Palembang, kemarin membuatku merasa senang dan bertambah pula pengetahuanku dalam menghadapi preman setempat. di daerah yang terkenal keangkeran dan kesadisan premannya ini ternyata berkumpul saudara jauh dari pihak om yang sangat ramah kepada kita sebagai pendatang. memang sih mereka orang Palembang asli dengan logat khas nya. namun sedikit sedikit mereka cakap juga berbahasa Jawa. sehingga mereka tak kesulitan saat mengajak nenek berkomunikasi.ketika aku tanyai mereka,"apakah kamu orang Jawa atau setidaknya pernah tinggal di Jawa?" mereka menjawab dengan santainya. "iya, dari Jombang". pikirku, wah Jawa sekali berarti itu ya?

Selang beberapa detik kemudian, dia bilang,"biasa...Jombang, Jowo Palembang".dalam hatiku,,,, grrr...

Catatan soal Sungai Batang, -sebuah lokasi perumahan dengan model rumah panggung khasnya- karena Palembang terkenal dengan premannya, maka gunakan password ini untuk memukul mundur mereka.
contohnya, kalau kita ditanyai preman dari mana kita dan kita jawab dari Jawa, habislah kita. jawab saja, "dari Sungai Batang, da apo mang?"
konon, mendengar jawaban itu akan membuat mereka ketakutan karena password tersebut.

Canggih ya?

Palembang


Palembang. dari awal aku sudah mengira akan ada banyak cerita di sini. cerita yang mungkin tak aku temukan di Tanah Jawa. cerita tentang budaya dan bahasa yang terdengar sedikit asing bagiku. ya, pertama dalam hidupku menjejakkan kaki di bumi Andalas ini. Pemandangan rumah panggung kumuh di sepanjang bantaran sungai yang lebarnya mungkin hanya bisa disamai dengan ukuran muara di Jawa. lebar sekali, dengan air yang keruh. maklum saja Palembang bukanlah Purwokerto. dia kota yang hampir sejajar dengan laut. air tanah pun terkadang rembesan dari rawa, air-air yang sudah dipakai berkali-kali di "atas" sana, bisa jadi mata air yang berharga di sini.
Ternyata Palembang tak jauh berbeda dengan Purworejo. ukuran jalannya, ramainya, kepadatan penduduknya, hanya di sini sedikit panas. ini pun berdampak dengan merebaknya populasi nyamuk yang sangat banyak. sekali lagi, inilah resiko tinggal di dataran rendah. bandingkan dengan Purwokerto dengan ketinggian lebih dari 500 dpl, mana berani nyamuk seenaknya bebas berkembang. rupanya sini surganya zombi terbang itu. makanya kalau mau tidur, nyalakan kipas angin dengan kecepatan putaran tinggi atau gunakan lotion anti nyamuk. saran ahli kesehatan setempat, apabila sakit muncul atau berlanjut, hubungi dokter.
Lingkungan baru, bahasa baru, orang orang baru dan tentu saja budaya baru. entah harus berkata syukur atau malah sebaliknya. lingkungan perumahan yang berdampak pada sikap keseharian mereka. suasana lebaran sangat terasa berbeda dengan yang di jawa. di sini, tak ada istilah halal bihalal antartetangga. soalnya jarang yang kita kenal. sayang sekali, bukan?

Nenek dan Sebuah Rumah Tua


Seperti kebiasaanku, aku berbaring di tempat tidurku seraya menanti nenek pulang. kulihat jam sambil menengok ke arah luar rumah. nenek pasti kepanasan karena jalan kaki di musim kemarau ini. kasihan nenek. ya, nenekku adalah orang yang sangat hebat. beliau seorang tukang pijit. semangat beliau luar biasa, tak kenal siang atau malam, beliau tak segan menjemput rejeki Tuhan yang bertebaran melalui orang yang mengundangnya. meskipun badan beliau sudah renta, meskipun pendengarannya mulai berkurang, meskipun umurnya makin menua, meskipun cara jalan beliau sudah tak lagi sigap, beliau adalah salah satu wanita berharga yang pernah dihadiahkan Tuhan untukku.

Nenek, terkadang aku kangen bercerita lagi denganmu pada suatu malam. di saat aku sedang tak bisa tidur, kemudian engkau mengkisahkan masa lalumu yang tak akan ada buku apapun yang bisa menceritakannya.

Aku kangen segelas teh hangat di pagi hari buatan nenek. meski semalam kami baru saja bertengkar, segelas minuman hangat itu selalu ada di pagi hari sebagai tanda damai yang selalu dikibarkan nenek pertama kali untukku.

Aku kangen menyapu halaman bersama nenek di belakang rumah. aku juga tak bisa lupa kalau nenek selalu membawakan aku jajan sekembalinya dia bekerja.

Mungkin penantianku hari ini akan sia sia. nenek tidak akan pulang sekarang. tapi aku tahu suatu hari nanti nenek pasti pulang dengan membawa segenap kebahagiaan yang pernah kita susun bersama dulu.
Hati hati di sana ya nek, semoga Tuhan melimpahkan umur panjang, kesehatan, kekuatan untuk nenek. Amin.