
Hutan bambu itu sampai kapanpun akan selalu menjadi saksi bisu antara aku dan nenekku.
Bagaimana aku suka berpetualang ke sana membantu nenekku mencari kayu bakar.
Atau menggunakan dalih tersebut untuk bermain-main sesuka hati sambil mendengarkan radio di pokok bambu yang tumbang.
Dulu, kebun bambu itu bersih, siapapun pasti akan senang duduk berlama-lama di sana. Bercerita soal makanan favorit dengan nenek maupun bacaan sholat yang belum kupahami dengan baik.
Pohon-pohon bambu itu sekaligus menjadi saksi bagaimana nenekku menangis karenaku, dan aku pun sibuk bagaimana harus menenangkan beliau.
Aku bersyukur punya nenek seperti beliau, yang bekerja keras dan selalu bersemangat.
Ribuan pohon bambu telah berhasil beliau tundukkan selama bertahun-tahun. Di sana adalah medan perang dan tempatku berbagi tawa dan canda bersama beliau.
Dulu tempat itu kusebut kebun bambu.
Kini aku menyebutnya hutan bambu.
3 komentar:
lam kenal bro...
http://echo-pitulas.blogspot.com
ok ;)
Posting Komentar