Blogger news

Pages

Jumat, 18 Februari 2011

Moslem


Aku hanya bisa tersenyum ketika mendengar sekelompok orang yang memojokkan dunia pesantren. Mereka beranggapan bahwa pesantren adalah sarang teroris,pencetak generasi yang kuper,kolot dan konservatif,tak terpengaruh dunia luar,lusuh,kumal,gaptek,jorok,penyakitan,ajang kekerasan,praktek mairil dan asumsi-asumsi sayap kiri lainnya.
Aku hanya bisa tersenyum mendengar itu semua.
"Oh ya? Jelas sekali definisi yang anda berikan? Seolah anda sudah berpatroli di setiap pesantren yang ada di Pulau Jawa bahkan sampai ke luar pulau. Sehingga, seolah-olah pendapat anda itu angkuh tak terpatahkan".
Saya memang belum lama tinggal di pesantren. Kata kiai di kampungku, waktu 4 tahun mengenyam pendidikan di dalam lembaga Islam tersebut belumlah berarti apa-apa. Atau istilah yang beliau pakai yaitu 'masih dalam tahap adaptasi'. Dan rasanya saya belum cukup punya sanggahan menanggapi sindiran itu.
Yah,pesantren. Pesantren yang aku tempati adalah pesantren modern. Sistem pengajiannya ada 2 macam. Sorogan dan bandongan. Sorogan yaitu sistem klasikal di mana santri membaca kitab suci secara individual di depan ustadz, dan bandongan yaitu jiping alias ngaji kuping. Kita mendengarkan ceramah ustadz dan mencatatnya di buku kita masing-masing. Secara fisik, memang tak ada yang istimewa. Namun secara psikis, aku benar-benar jatuh hati dengan pesantren ini. Teman-teman dengan beragam karakter, jadwal pengajian yang seringkali aku dan teman-temanku tentang, berhubungan dengan santri putri, hebohnya ngaji sorogan bersama abah kyai dan lain-lainnya.
Rasanya belum ada perkara yang dapat memberikan pengalaman lebih daripada apa yang pesantren ini berikan. Sungguh, aku jatuh hati dengan pesantren ini.
Dan sekali-sekali jangan menganggap kuno pesantrenku. Kalau pas jam pengajian,bisa jadi kita adalah gerombolan kaum bersarung yang fasih membaca kitab suci. Namun, di luar itu, kami juga melek teknologi. Tak ada istilah asing bagi kami tentang istilah hotspot, android, software, jejaring sosial, motor tiger dsb. Inilah perpaduan yang menakjubkan antara urusan duniawi dan ukhrawi.
Sekali lagi, jangan anggap remeh kami sebagai segolongan orang yang terpinggirkan (outcast) karena penampilan kami. Tak ubahnya dengan orang kebanyakan,narsis juga, gahoel geelaa, agak sinting, ada yang cakep juga meski semua itu masih dalam ranah Islami.
Serta yang paling penting, lembaga ini berusaha keras untuk mencetak generasi yang benar-benar memahami Islam secar kaffah dan mempraktekkannya. Jangan sampai ulama Mesir, Yusuf Qardhawi, mencap kami ke dalam golongan yang ia sebut sebagai Muslim yang telah kehilangan Islam-nya. Sebagaimana beliau pernah berkata pada pembukaan buku yang ia tulis sendiri, "Aku melihat tidak ada komunitas Muslim di sini (negeri Barat). Namun aku merasakan kehadiran Islam ada di sini. Dan saat aku berkunjung di negeri Timur, aku menjumpai begitu banyak masyarakat Muslim. Namun Islam tidak dihadirkan di tengah-tengah mereka".

Definite You


Aku memang tidak pandai bermain kata-kata.
Kosa kataku sangat terbatas.
Apalagi susunan kata yang membentuk kalimat,kalimat yang membentuk sebuah paragraf serta serangkaian paragraf yang kita sebut sebagai tulisan.
Aku belum begitu pandai dalam membuat tulisan.
Tulisan yang secara jelas nan gamblang dalam mendefinisikanmu.
Yang jelas,aku berhutang pelajaran kepadamu.

Sabtu, 05 Februari 2011

Enchanted

17081991


Adalah salah satu kesulitan yang tak bisa kusembunyikan rapat-rapat. Menutupi kegembiraanku saat malaikat hujan itu turun. Aku memang menyebutnya malaikat. Meski aku tahu malaikat itu memiliki kedudukan yang tidak lebih tinggi daripada manusia, namun aku memiliki alasan tertentu yang menyebabkan sebutan itu begitu layak aku sematkan kepadanya. Malaikat hujan itu selalu muncul di saat matahari sedang mengakrabi bumi. Namun jangan salah, justru aku mengenalnya saat jarum jarum hujan mengenai tubuh mungilnya.

17081991

Dan ia selalu menebarkan senyum kepada sahabat sahabat yang ada di sekelilingnya dengan suara kecilnya. Aku tahu waktu itu dia masih berumur 16 tahun. Dan aku tak bisa berkata apa apa saat aku menatapnya dari kejauhan. Dia memang salah satu bagian dari jutaan spektrum warna di dunia ini. Bahkan aku mengenalnya hanya dengan siluetnya. Ia memang bukanlah salah satu spektrum warna yang paling berpendar dibanding garis-garis warna lainnya. Akan tetapi, aku selalu punya alasan mengapa siluet itu begitu mudah aku kenali dibanding bayangan hitam yang acapkali muncul di hadapanku.

17081991

Dan aku berhasil menggenggam kedua tangannya untuk sekejap. Dan mata itu belum berani melihatku meski aku tahu ia sebenarnya bisa melakukan hal yang lebih baik daripada itu. Ia hanya diam dan bibir yang tak bergerak. Dan sejak genggaman tangan yang pertama dan terakhir itu, ia tetap menebarkan siluetnya tanpa mau memijarkan salah satu warna yang terpendam di dalam dirinya.
Yah, mungkin ia merasa tidak melakukan hal apapun, tapi itu sedikit menjadi cerita untuk orang lain. Orang lain yang tidak ia ketahui kecuali dengan pengetahuan yang sangat sedikit. Namun tak menjadi perkara, kalau ia tetap menjadi salah satu baris dari spekrum warna yang paling berkesan yang pernah Tuhan ciptakan untuk mewarnai dunia. Setidaknya, pada waktu yang amat singkat. Teramat singkat untuk meminta jari menghitungnya.

17081991

Please don't be in love with someone else.
Please don't have somebody waitin' on you.

Jumat, 04 Februari 2011

Haunted Room


Dua hari ini aku menginap di rumah temanku yang ada di Gombong untuk kedua kalinya. April tahun lalu, aku bersama dua temanku lainnya juga datang kemari dengan susunan event yang lebih ramai dibanding dengan plesiranku kali ini. Barangkali aku pernah menceritakan hal ini sebelumnya. Kamar yang aku tempati bersama temanku itu adalah kamar yang angker. Tentu saja, bukan karena aku yang paranoid. Aku bisa berkata seperti ini karena dari dianya langsung yang memang mengaku bahwa kamar itu memang ada penunggunya. Konon menurut kabar yang beredar,penunggu kamar itu tidaklah mengganggu. Melainkan hanya 'berfungsi' sebagai penjaga tempat kediaman tersebut.
Secara fisik, kamar yang penuh dengan tatanan kitab kitab berbahasa Arab itu memang sumpek. Dua ventilasi yang ada di dinding tidak dibuat sebagaimana mestinya, dan itu berdampak pada kesegaran udara yang memang apa adanya. Uniknya, selama aku ada di kamar itu, tak kujumpai sama sekali hewan dinding seperti cicak, semut apalagi kecoa. Sebagaimana kamar kamar kebanyakan. Mulai dari keengganan untuk hadirnya hewan 'wajib' di setiap rumah itulah aku mulai berpikir yang aneh aneh. Hawa kamar yang kelewat hangat dan beberapa kali aku melihat bayangan yang melintas di dalam maupun di luar kamar itulah aku menjadi sedikit parno.
Satu hal yang perlu menjadi catatan. Memang, hal ini kurang kuat untuk dijadikan bukti otentik. Namun, letaknya yang langsung berhadapan dengan posisi aku tidur, membuatku makin kacau dalam berpikir sehat setiap kali sepasang mataku menangkap gambar sederhana itu. Adalah sebuah gambar banaspati. Kepala manusia dengan kobaran api di sekelilingnya, tergambar aneh di lemari yang digunakan untuk menaruh kitab dan alat kosmetik. Gambar yang dibuat dengan menggunakan spidol marker hitam itu, selalu membuatku bertanya-tanya, apa benar penampakan penunggu kamar itu adalah banaspati?

That Rain


Hujan, di mana pun sama saja. Air mencurah dari langit seolah tumpah karena ada bidadari yang mandi di telaga kahyangan. Begitulah sesepuh kampung mendeskripsikan hujan menurut sudut pandang mereka. Terdengar anggun dan berwibawa memang. Tapi, aku tak mau mempercayai hal itu. Aha, sederhana saja. Bukankah pelajaran IPA telah mengajarkan bagaimana peristiwa hujan itu bisa terjadi? Bahkan aku memiliki sebuah kewajiban untuk menghafalkan fase-fase pembentuknya, dari menguapnya sumber air hingga turunnya hujan dan akhirnya air itu kembali berkumpul di tempat awal ia menguap. Penghafalan ini dengan dalih, soal ini pernah keluar di ujian tahun kemarin dan hampir bisa dipastikan keluar di ujian waktu itu. Meski kenyataannya tak seindah harapanku. Yah, setidaknya, aku sudah menjadi manusia yang sedikit berpikir logis atas bagaimana terjadinya hujan. Bukannya bertaqlid buta, asal menerima buah pemikiran tanpa mau mencari tahu asal muasal dan kebenaran hakiki di balik semua itu.
Dan aku mengatakannya lagi: hujan, di mana pun dan kapanpun tetaplah sama. Air turun dari langit dan butirannya terkadang terasa seperti ujung jarum yang menusuk kulit ariku. Dan saat turunnya itulah, aku selalu teringat seseorang yang sedang berusaha berlari menghindarinya. Ia berlari semampunya, dan meskipun aku tahu betul usahanya sedikit sia-sia karena hujan waktu itu turun teramat deras. Aku hanya bisa berdoa, semoga suatu saat dia tidak kehujanan seperti itu lagi. Hujan yang menusuk kulit ari. Terasa cukup sakit dan aku tahu dia juga merasakan hal yang sama dengan apa yang pernah aku alami. Aku tahu betul dia, walaupun dia tidak mengetahuiku kecuali dengan pengetahuan yang amat sedikit. Aku tahu kapan ia pulang sekolah dan mengusap keringat di dahinya ketika tak ada mendung sama sekali yang menaunginya dari atas. Meleleh melewati mata cokelat terangnya. Berpijar dengan warna rambutnya yang cokelat. Aku memperhatikannya meski aku teramat tahu dia tidak memperhatikan aku kecuali dengan perhatian yang amat sedikit.
Dan saat hujan itu turun, aku melihat rona mukanya meredup. Memucat seperti warna kulitnya yang memang pucat meski tak sedang hujan sekalipun. Mungkin ia kedinginan. Dan jarum jarum hujan yang menghujam rambut dan badannya, membuatku miris akan keadaannya setelah itu. Aku harap hujan itu adalah hujan terakhir yang melukainya. Dan tentang hujan yang turun dalam kondisi yang selalu sama itu, akhirnya aku bisa memutuskan sebuah perkara. Bahwasanya, ada sesuatu yang sangat berbeda dari hujan itu dengan hujan sekarang. Dan perbedaan itu sedikit aku kurang menyukainya. Sebab perbedaan ini adalah untuk selamanya