Blogger news

Pages

Jumat, 04 Februari 2011

That Rain


Hujan, di mana pun sama saja. Air mencurah dari langit seolah tumpah karena ada bidadari yang mandi di telaga kahyangan. Begitulah sesepuh kampung mendeskripsikan hujan menurut sudut pandang mereka. Terdengar anggun dan berwibawa memang. Tapi, aku tak mau mempercayai hal itu. Aha, sederhana saja. Bukankah pelajaran IPA telah mengajarkan bagaimana peristiwa hujan itu bisa terjadi? Bahkan aku memiliki sebuah kewajiban untuk menghafalkan fase-fase pembentuknya, dari menguapnya sumber air hingga turunnya hujan dan akhirnya air itu kembali berkumpul di tempat awal ia menguap. Penghafalan ini dengan dalih, soal ini pernah keluar di ujian tahun kemarin dan hampir bisa dipastikan keluar di ujian waktu itu. Meski kenyataannya tak seindah harapanku. Yah, setidaknya, aku sudah menjadi manusia yang sedikit berpikir logis atas bagaimana terjadinya hujan. Bukannya bertaqlid buta, asal menerima buah pemikiran tanpa mau mencari tahu asal muasal dan kebenaran hakiki di balik semua itu.
Dan aku mengatakannya lagi: hujan, di mana pun dan kapanpun tetaplah sama. Air turun dari langit dan butirannya terkadang terasa seperti ujung jarum yang menusuk kulit ariku. Dan saat turunnya itulah, aku selalu teringat seseorang yang sedang berusaha berlari menghindarinya. Ia berlari semampunya, dan meskipun aku tahu betul usahanya sedikit sia-sia karena hujan waktu itu turun teramat deras. Aku hanya bisa berdoa, semoga suatu saat dia tidak kehujanan seperti itu lagi. Hujan yang menusuk kulit ari. Terasa cukup sakit dan aku tahu dia juga merasakan hal yang sama dengan apa yang pernah aku alami. Aku tahu betul dia, walaupun dia tidak mengetahuiku kecuali dengan pengetahuan yang amat sedikit. Aku tahu kapan ia pulang sekolah dan mengusap keringat di dahinya ketika tak ada mendung sama sekali yang menaunginya dari atas. Meleleh melewati mata cokelat terangnya. Berpijar dengan warna rambutnya yang cokelat. Aku memperhatikannya meski aku teramat tahu dia tidak memperhatikan aku kecuali dengan perhatian yang amat sedikit.
Dan saat hujan itu turun, aku melihat rona mukanya meredup. Memucat seperti warna kulitnya yang memang pucat meski tak sedang hujan sekalipun. Mungkin ia kedinginan. Dan jarum jarum hujan yang menghujam rambut dan badannya, membuatku miris akan keadaannya setelah itu. Aku harap hujan itu adalah hujan terakhir yang melukainya. Dan tentang hujan yang turun dalam kondisi yang selalu sama itu, akhirnya aku bisa memutuskan sebuah perkara. Bahwasanya, ada sesuatu yang sangat berbeda dari hujan itu dengan hujan sekarang. Dan perbedaan itu sedikit aku kurang menyukainya. Sebab perbedaan ini adalah untuk selamanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar