
Ah rasanya benar juga kata bijak ini, berharap kepada manusia hanya akan menimbulkan kekecewaan. Entah itu berkepanjangan atau hanya sementara saja. Terlalu berharap apalagi, disertai ekspektasi bahwasanya jika tanpa dia, dunia tidak akan beres, nyatanya tak selalu berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Harapan selalu saja meleset, mengenai barang sedikit pun tidak. Ah, menganggap manusia menjadi tempat bersandar adalah kesalahan terbesar yang pernah manusia lakukan.
Idealismenya, memang menjadikan Tuhan sebagai titik nadir penghambaan sekaligus tempat berpijak harapan kita ketika semuanya menjadi kelabu dan serba runyam. Ketika semua sudah tak ada yang peduli, tak ada alasan Ia tak jua peduli. Karena Dia bukanlah makhluk seperti kita, sebab dia Kholiq yang pasti mengetahui kebutuhan hamba-hamba-Nya. Sebab Dia sendiri yang menyatakan bahwa barangsiapa yang berdoa kepada-Nya, maka Ia pasti mengabulkan. Perkara kapan Dia mengabulkannya, itu sudah menjadi hak prerogatif-Nya, hak yang tak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
Sekali lagi, berharap kepada manusia hanya akan melahirkan kekecewaan di kemudian hari. Anehnya, kita masih saja melakukan ini. Entah kitanya yang belum kunjung sadar akan persepsi yang salah ini atau memang kita belum mengenal Tuhan lebih dekat lagi.
Kurasa pertanyaan retoris ini tak perlu dijawab, karena memang begitu adanya.