Senin, 07 Mei 2012
Cheng Hoo Journey
Setelah berkali-kali rencana ngalay tertunda, akhirnya hari Minggu kemarin, aku dan teman-temanku jadi pergi berlibur ke Masjid Cheng Hoo. Sebenarnya sih kalau disebut berlibur, agak ganjil juga karena kita di sana tidak sehari penuh. Tapi lumayanlah untuk sekedar refreshing sejenak melepas penat setelah berminggu-minggu berkubang di dalam pesantren melulu.
Awalnya, aku tertarik untuk mengunjungi masjid bergaya klenteng itu lantaran melihat salah satu foto temanku yang berlatar belakang masjid tersebut. Salah satu tempat yang membuatku tertarik adalah seni kaca jendela yang terdapat di setiap sudut masjid. Jika dilihat secara seksama, maka kaca masjid tersebut berpola bunga teratai yang berwarna-warni. Tak hanya itu, semua sudut masjid didominasi warna merah, baik lantai, jendela, karpet, lampu hingga dindingnya pun kental terasa seni dari daratan China. Karena penasaran, akhirnya aku mengajak temanku yang asli Purbalingga untuk melakukan ekspedisi ke sana. Ditemani dengan dua orang temanku yang lain, kita berangkat setelah waktu Dhuhur. Perjalanan cukup singkat, sekitar setengah jam. Sesampainya di sana, masjid yang terletak di daerah Mrebet, Purbalingga itu ternyata tak begitu besar. Konstruksi bangunannya membulat (lebih tepatnya persegi delapan) dengan atap khas bangunan kuil Cina. Untungnya tak ada biaya masuk seperti halnya masjid-masjid unik lainnya. Biaya parkir pun tak ada. Kita bisa leluasa berfoto-foto ria di dalamnya. Pokoknya ngalay abis :D
Pas nulis postingan ini, aku jadi teringat mengenai cerita jaman sekularisme pada masa pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk. Presiden Turki ini terkenal dengan paham sekularismenya. Sehingga, tak heran jika pada waktu itu tidak ada pembatasan antara urusan agama dan pemerintahan. Itu artinya, pemerintah tak ambil peduli dengan agama, apapun yang terjadi, begitu pula dengan agama yang tak mempengaruhi gaya pemerintahan pada negara tersebut. Alhasil, salah satu masjid termegah di kawasan Turki, yakni masjid Hagia Sophia, atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Biru, dijadikan tempat wisata tanpa mengindahkan "tata krama" kalau tempat itu ialah masjid yang harus dihormati oleh semua orang, bahkan bagi non-Muslim sekalipun. Dengar-dengar cerita sejarah, bahkan turis-turis pun diperbolehkan bernarsis-narsis ria di dalam masjid itu tanpa perlu melepas sepatu. Haduh, ini nih dampak sekularisme yang dianut pemerintah Turki waktu itu.
Untungnya, aku dan temanku hanya mejeng di dalam masjid untuk memperoleh angle yang bagus untuk diambil fotonya. kalau dipikir-pikir sih, aneh juga. Jauh-jauh ke Purbalingga hanya untuk ganti profil Facebook... hahaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar