Selasa, 22 Januari 2013
That Scandinavian Girl
Terkadang, yang ga disengaja dan yang ga disangka-sangka itu lebih menyenangkan.
Bayangkan saja, semuanya berawal dari kebosananku mendengarkan lagu bergenre country. Sebutlah lagu-lagu yang menceritakan tentang pengkhianatan, ditinggalkan oleh orang yang kita dicintai, dibohongi, dilahirkan di dunia ini dengan membawa karakter lemah dan mudah dilukai serta sederet sisi-sisi kelam yang dinyanyikan dengan irama banjo serta gitar akustik. Memang tak semuanya lagu country seperti itu. Mungkin hanya karena faktor kebetulan saja lagu-lagu country di playlistku mengangkat tema-tema tragis seperti di atas tadi. Jika aku berani, mudah saja aku mengkambinghitamkan Taylor Swift yang terlalu sering menyanyikan lagu berirama galau. Sehingga ketika aku mendengarkannya, maka kegalauanku malah makin menjadi-jadi. Akhirnya, segala hal yang memalukan pun terjadi. Entah karena aku paham arti liriknya, terlalu hanyut di dalam jalan cerita lagu tersebut, atau kebetulan lagu itu sesuai dengan keadaan/ kondisi hatiku waktu mendengarkannya, akhirnya pun mewek. Meski tak sampai berlinang air mata, namun rasanya cukup untuk membuatku malas mengaji bahkan malas mandi sekalipun. Inilah akibat salah memilih genre musik. Bukannya malah bersemangat, tapi malah terlarut dalam ilusi-ilusi kesedihan yang sebenarnya tak perlu terjadi. Alhasil, aku berniat menswitch genre agar aku tak berlama-lama dalam kondisi kelabu seperti ini.
Secara universal, sederhana saja keinginanku. Ingin tampil sebagai orang yang kuat, tak gampang cengeng karena lagu-lagu mellow, berkarakter keras, tegas dan kurasa semua itu bisa berawal dari mengganti lagu yang saban hari akan menemaniku ke mana pun aku berada. Ingatanku langsung melayang kepada seorang penyanyi Skandinavia bernama Marion Raven. Penyanyi 29 tahun asal Norwegia ini sebelumnya pernah ngetop saat dia bersama sahabat karibnya yang bernama Marit Larsen membentuk duo M2M pada tahun 2000-an. Meski hanya menelurkan dua buah album pop yang berjudul Shades Of Purple serta The Big Room, terbukti pamor keduanya cukup berpengaruh di blantika musik internasional terutama di Amerika Utara dan Asia Tenggara.
Memasuki tahun 2003, keduanya memutuskan untuk membubarkan diri dan bersolo karir. Larsen memilih setia di jalur pop dan berhasil merilis beberapa album pop. Aku kurang paham berapa album solonya yang keluar, yang jelas lebih banyak dibanding album Raven. Namun, aku lebih memilih Marion Raven, sebab dia berani keluar dari zona nyaman. Dia nekat menceburkan diri ke dalam genre rock. Dengan suaranya yang powerful dan wajahnya yang sedikit tirus misterius, sudah cukup untuk mendukung keberhasilan solo karirnya. Benar juga, album pertamanya Here I Am laku keras di pasaran. Didukung dengan album sophomorenya, Set Me Free, berhasil menduduki tangga lagu Asia Tenggara. Akan tetapi, rumor tentang kehadiran album ketiganya yang sudah berhembus jauh-jauh hari namun belum menunjukkan gelagat akan keluar, membuatku penasaran untuk iseng-iseng bertanya dengan cewek berambut cokelat ini melalui Twitter.
Sejujurnya, aku belum memfollow dia semalam. Dengan nawaitu iseng, aku memention dia, menanyakan bagaimana kabar album Nevermore-nya yang kerap diperbincangkan akan dirilis tahun 2011 tapi sampai sekarang masih belum kedengaran gaungnya. Tak kusangka, mentionku dibalasnya. Dia menyatakan kalau albumnya akan dirilis pada musim semi 2013 dengan judul yang baru alias bukan bertitel Nevermore lagi. Sedangkan untuk jadwal perilisan untuk seluruh negara di dunia belum dapat dia pastikan. Duh, penyanyi cewek pertama sekaligus cinta pertamaku pada musik rock membalas mentionku. Bolehlah kamu nyebut ini kedengaran katrok atau apalah itu, tapi bagiku ini adalah sesuatu yang lebih menyenangkan dibanding memenangkan togel dengan nominal berapapun.
Gara-gara insiden pembalasan mentionku inilah, mulai hari ini aku sedikit demi sedikit akan mengubah jalur musikku. Tak lagi keseringan ndengerin lagu country atau lagu pop yang berpotensi mendatangkan air mata dan kesedihan. Yang ada di otakku hanyalah dentuman drum dan gitar elektik serta teknik menyanyi yang melengking. Setidaknya, ini akan sedikit memperbaiki moodku yang kadang timbul tenggelam. Aku ingin membuang image country dari diriku.
Saatnya beralih pada musik rock. Sebagai catatan saja, ini bukanlah awal aku menyukai genre ini. Dulu aku adalah penggemar gothic lengkap dengan musik gedumbrangan. Namun sekarang, aku tak perlu berdandan gothic sampai mewarnai kedua mataku dengan eye liner hingga seperti Avril Lavigne. Cukuplah musik dan suasana hatiku saja yang diperbaiki, agar tak sering mendapatkan sebutan galaow.
Apa kesan yang kudapat dari kejadian ini?
Bukankah nabi Muhammad SAW pernah menorehkan tinta sejarah kepada kita sebagai umatnya untuk berhijrah dari kota Mekkah dan Madinah demi misi penyebaran Islam? Hijrah itu sendiri kumaknai secara luas. Bukan hanya sekedar pindah tempat, pindah suasana atau pindah posisi yang lebih menguntungkan dan meninggalkan posisi yang merugikan. Tidak sedangkal itu. Hijrah bisa bermakna penggantian karakter dari sifat buruk ke sifat yang lebih baik. Hijrah dari karakter diri yang merugikan ke karakter pribadi yang menguntungkan dan mendatangkan manfaat bagi sesama. Khusus untuk konteks ini, aku berniat hijrah dari suasana hati yang tak mengenakkan dan berpotensi mendatangkan ghibah menuju suasana hati yang lebih cerah dan mendatangkan aura kebahagiaan bagi siapapun di sekitarku.
Kata siapa musik rock tak bisa mendatangkan kebahagiaan? Kamu yang belum pernah mendengarkannya, niscaya kamu tak akan pernah mempercayainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar