Aku sempat menegurnya tadi pagi.dia pun tersenyum melihatku yang hanya lewat di depannya yang sedang duduk duduk di bangku tua nan berdebu.wajahnya penuh keriput dan gurat kelelahan,namun semua itu tak begitu berarti ketika ia mulai tersenyum.kepada siapapun yang ia temui dan ia sapa.
Rambut putihnya benar benar menjadi bukti otentik kalau dia memang layak dipanggil mbok.orang orang memanggilnya mbok Salamah.seorang janda tua yang hidup sebatang kara tanpa keluarga.
Sedikit ingin berbagi cerita tentang rencananya membahagiakan Allah.Barangkali dia kebingungan jikalau ingin membagi kasih kepada siapa.orang terdekatkah? Dia tak memilikinya.tetangganyakah? Mereka justru hidup lebih mapan dibanding si mbok.sehingga,seperti yang aku lihat tadi pagi: rupanya ia membagi cinta kasihnya kepada makhluk Tuhan bernama kucing.ia memberi makan kucing kucing itu,tak peduli dari mana mereka berasal dan siapa pemiliknya.bahkan,ia rela menyisihkan pendapatan hariannya sebagai pedagang sayur keliling untuk sekedar dibelikan ikan asin.kemudian,ikan asin tersebut dicampur dengan nasi yang ia bawa dari rumah dan diberikan kepada kucing yang ia jumpai di jalan.
Dia sempat menghardik kucing kucing itu tadi pagi gara gara mereka menatap aku berjalan di samping mereka.si mbok berkata,''Cepetan to nduk mangane,aku ndang nang pasar'' (Buruan cepat habiskan makanannya,saya harus segera ke pasar).
Asal kalian tahu,panggilan ''nduk'' sejatinya diperuntukkan untuk menyebut anak kandung perempuan dalam tradisi Jawa.
Sangat mudah ditafsirkan.si mbok telah menganggap kucing kucing itu sebagai anak anaknya sendiri.tak peduli mereka itu hanyalah hewan.tak peduli mereka adalah kucing jalanan.tak peduli uang pendapatannya terkikis untuk memperpanjang umur cintanya itu.
Teringat kata kata ustadzku,Allah menciptakan seluruh makhluk hidup dengan kasih sayang.kalau kita menyakiti salah satu makhluk-Nya,kita berarti sedang menyakiti-Nya.namun,andaikata kita menyayangi makhluk-Nya,maka sejatinya kita sedang menggembirakan hati-Nya.
Aku jadi malu pada diriku sendiri.yang hanya mau berbagi dengan sesama manusia.yang pasti ada maunya.yang terkadang bersyarat.yang penuh keterpaksaan.yang penuh pertimbangan pertimbangan aneh (padahal Allah tak pernah membatasi rahmat-Nya untuk manusia).dan yang ingin dipuji bahkan mengharapkan balas jasa.
Kalau begitu,kapan aku bisa menggembirakan Allah?
Astaghfirullah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar