



Dan hal apakah yang kusuka dari kota tuaku Purworejo?
Adalah bersepeda, entah di pagi, siang, sore bahkan di malam hari mengitari pusat kota hingga pedesaan kecilnya. Setiap orang pasti menganggap bahwa kota mereka adalah kota terbaik dan mereka bangga dilahirkan di kota itu. Pun begitu juga aku. Aku bangga dilahirkan sebagai anak muda Purworejo yang kerap diidentikkan sebagai kota tua bekas basis kependudukan Belanda. Aku sebut demikian sebab merujuk pada catatan sejarah bahwa lokasi di sekitar tempat tinggalku penuh dengan bangunan bekas Belanda, mulai dari stasiun, rumah-rumah kosong, bekas pabrik roti, batalyon infanteri sampai sekolah SMP dan SMA-ku pun berdesain gaya Belanda yang tinggi dan berjendela seukuran pintu itu.
Tiba-tiba aku tertarik untuk mempromosikan kotaku. Seolah aku adalah duta wisata Purworejo, namun aku tak akan menggambarkan kotaku secara muluk-muluk. Sebab apa yang digambarkan terlalu indah dan tinggi pemakaian gaya bahasanya, terkadang kontras dengan apa yang ada pada kenyataannya. Hal itu beresiko tinggi pada tingkat kekecewaan orang yang telah termakan deskripsi yang terlalu tinggi itu. Sedang aku tak ingin melakukan hal tersebut. Aku hanya mengisahkan bagaimana perjalanan bersepeda mengitari kotaku menjadi pengalaman yang mengingatkanku pada masa SMA dulu.
Andaikata ada temanku yang berkunjung ke rumahku, aku punya tempat destinasi pertama yang akan didatangi. Yaitu sungai Bogowonto. Ya, sungai biasa sih, seperti sungai-sungai pada umumnya. Hanya saja kalau kita menemukan pagi yang indah, maka kita bisa berfoto ria dengan latar belakang Jembatan Buhliwung yang indah siluetnya itu. Kalau kamu membaca postingan sebelumnya, kamu pasti akan langsung paham bahwa sungai inilah yang pernah kuceritakan mempunyai kisah mistis berupa suara karawitan di tengah malam. Meski legenda itu sudah tak berlaku lagi sekarang, setidaknya kamu bisa langsung terjun ke lapangan dan menganalisa sendiri mengapa fenomena ini bisa terjadi di sungai yang sudah digunakan sebagai sarana transportasi sejak kependudukan Kerajaan Mataram ini.
Bagi kamu yang hobi makan mie ayam, dengan senang hati aku akan mengajakmu ke Warung Mie Ayam Putri Solo. Namun jangan menanyakan kepadaku mengapa warung mie ayam itu dinamai demikian. Apakah pemiliknya orang Solo asli, istrinya orang Solo, perangai di pemilik sehalus karakter orang Solo atau spekulasi lainnya yang berputar-putar tentang wong Solo, aku tak begitu cermat bertanya-tanya hingga sejauh itu. Hanya saja, cita rasa mie ayam di sana belum ada yang menandinginya. Dengan mengeluarkan uang Rp 5.500,00, kita bisa menikmati mie ayam pangsit full portion dengan kelebihan daging ayam yang besar-besar serta kuah yang maha dahsyat nikmatnya. Setelah menikmati mie ayam, pastinya kamu akan kehausan. Maka sebaiknya kita berkunjung ke depot es jus Lor Pusaka. Demikianlah aku menyebutnya. Depot es jus ini sudah ada sejak aku masih kecil. Penjualnya masih itu-itu saja, ibu-ibu beragama Nasrani yang sangat halus tutur katanya. Aku tak tahu namanya. Pun aku juga tak tahu tempat itu bernama apa. Sehingga, secara sembarangan aku menyebut tempat itu sebagai depot es jus lor pusaka. Maksudnya tempat itu terletak di sebelah utara gedung bioskop Pusaka. Padahal, asal kamu tahu, gedung bioskop itu telah lama ditutup paksa lantaran terlalu sering memutar film amoral. Dan siapakah dalang di balik penutupan gedung bioskop yang pernah mengalami masa keemasan ketika aku masih kelas 1 SD itu? Adalah pondok pesantren asuhan Mbah Kyai Toifur yang terkenal tegas perangainya tersebut.
Tak lupa kita masih punya destinasi kuliner utama sambil menikmati durian di Kecamatan Sumongari, Kaligesing. Di tempat ini, durian yang dijual dekat sekali dengan pohonnya. Dengan harga yang bisa ditawar tentu saja, kita bisa menikmati durian yang enaknya sudah terkenal di seluruh Indonesia ini. Bagaimana tidak, TVOne pernah mengangkat tema durian Sumongari di salah satu acaranya. Selain Sumongari, kita masih punya sentra produksi buah berduri tajam ini yaitu Kecamatan Bruno, dan Kecamatan Bagelen. Selain itu, di Kecamatan Butuh, kecamatan paling barat dari Kabupaten Purworejo sekaligus berbatasan langsung dengan Kabupaten Kebumen, kita punya makanan khas berupa dawet ireng. Makanan ini asli berasal dari kecamatan itu dan mudah dijumpai di sepanjang jalan protokol Purworejo-Kebumen. Tentu saja cita rasanya berbeda dengan dawet kebanyakan. Penasaran? Why don’t you just come by to my town? Melengkapi daftar kunjungan, kita bisa mencoba memilih dan membeli buah-buah kesukaan kita ke Perempatan Pasar Kembang. Di sinilah pusat buah-buahan segar di Purworejo. Berbagai macam jenis buah tersedia di sini dengan tatanan semacam di supermarket. Kita bisa memilih buah yang akan kita beli termasuk bisa menawar bila harganya kurang ramah dengan kantong kita.
Tak seru juga kalau kita hanya memikirkan urusan perut. Kita bisa berkunjung ke Masjid Besar Darrul Muttaqin. Masjid agung ini terletak di sebelah barat alun-alun Purworejo. Jangan heran, masjid ini adalah salah satu masjid tertua di kabupaten ini. Dibangun sekitar tahun 1800-an dan mempunyai ikon berupa Bedug Pendawa. Bedug ini dibuat dari satu buah gelondongan kayu jati Pendawa utuh yang dibawa langsung dari Kecamatan Bagelen dan jangan heran, bedug kebanggaan kabupatenku ini menyabet gelar bedug terbesar di dunia. Tak hanya itu, kabupatenku juga bisa disebut surganya pesantren. Ada pesantren An-Nawawi yang diasuh oleh Kyai Chalwani Nawawi. Kyai besar yang pernah ngaji bareng Syeh Dimyati ini mempunyai pesantren sekaligus madrasah lengkap dengan universitas. Masih banyak pesantren yang ada di sekitarnya. Bukannya apa-apa, sekedar informasi saja, rumahku saja dikelilingi oleh 3 pesantren sekaligus. Sehingga tak heran jika setiap hari lingkunganku pasti dilalui oleh santri yang sibuk dengan urusan mengaji mereka.
Dan untuk kamu yang ingin berpetualang dengan jalan kaki, no motorcycle allowed sebab medan yang akan kita kunjungi berupa pegunungan. Kita bisa berziarah ke makam Mbah Kyai Imam Puro. Beliau adalah ulama besar yang ikut andil dalam babat alas Purworejo. Sedangkan makam beliau terletak di daerah pegunungan sebelah utara kota dan hampir masuk ke Kecamatan Bruno. Jika bersedia, setelah kita ziarah, kita bisa meneruskan naik pendakian untuk sampai di summit alias puncak. Di sana ada gazebo besar untuk gardu pantau kota Purworejo. Jangan kaget, dari sini kita bisa melihat Kabupaten Purworejo dari atas.
Tak usah khawatir soal jaringan nirkabel kalau sudah masuk ke dalam area Purworejo. Di pusat kotaku, sekaligus yang paling dekat dengan rumahku, kuketahui ada 2 tempat hotspot yang sangat nyaman untuk dikunjungi. Pertama adalah hotspot Pemda. Tempat ini terletak di sebelah utara alun-alun Purworejo. Desain bangunannya yaitu tiga buah gazebo terbuka dengan dua gazebo tertutup. Hanya saja, kita perlu mendaftarkan diri kita terlebih dahulu melalui email sebelum bisa menikmati akses gratis unlimited. Kalaupun tidak, kita masih bisa memanfaatkannya meski hanya dibatasi sampai satu jam. Jika kamu keberatan dengan regulasi yang semacam itu, kita masih punya tempat online favoritku yaitu kantor Telkom Purworejo. Lokasinya sebelah timur alun-alun Purworejo, berdampingan langsung dengan Kantor Pos Purworejo. Kelebihan tempat ini adalah ruang online yang semi tertutup sehingga melindungi kita dari hujan dan panas. Akses yang lumayan cepat dan dekat dengan warung-warung kalau tiba-tiba kita kelaparan atau kehausan. Untungnya lagi, aku sudah kenal baik dengan salah satu satpam di sini. Sehingga dengan ijinnya, aku masih bisa online di tempat ini tengah malam. Sayangnya, kita tak bisa online di sini 24 jam. Tempat ini hanya terbuka dari pukul 8 pagi hingga 9 malam. Tapi setidaknya, kotaku tidak begitu mengenaskan bukan kalau sudah berkaitan tentang koneksi internet maupun koneksi mobile? Jangan takut soal sinyal jaringan 3, sebab depan rumahku sudah berdiri tower 3 yang menyebabkan bar sinyal selalu penuh setiap saat.
Point terakhir, yang hobi belanja, kita bisa datang ke Pasar Baledono. Pasar besar yang sudah ada sejak jaman Belanda ini menyediakan berbagai macam jenis cemilan khas kotaku dan berbagai macam jenis pakaian biasa dan muslim yang bisa dibeli dengan harga yang terjangkau. Kalau pun kamu menjumpai penjual yang nuthuk harga, thuthuk genten saja dengan menawarnya dengan harga paling murah sekalipun. Tenang saja, orang-orang Purworejo itu terkenal ramahnya dan tak gampak naik darah hehehe. Sebagai informasi tambahan, pasar ini menjadi pusat bahan baku jamu-jamuan yang diproduksi di pabrik jamu di kotaku. Sehingga bagi kamu-kamu yang senang menghirup aroma jamu tradisional, kurasa tempat ini pas untuk dijadikan tempat nongkrong sehari-hari :D Tak lupa pada musim-musim tertentu, ada beberapa peranakan kambing Ettawa yang dijual di tempat ini.
Inilah sebagaian kecil gambaran tentang kota tuaku, Purworejo. Sebuah kota kecil dengan budaya yang ikut dengan tradisi Yogyakarta. Dan jangan lupa, bagi kamu yang berbahasa ngapak, kusarankan jangan sering-sering ngomong di kotaku, sebab kamu hanya akan dijadikan bahan candaan oleh teman-temanku yang asli kelahiran sini. But most of all, amat kusarankan berkunjung ke kotaku. And find the differences