Minggu, 04 November 2012
Autis Itu..
Kemajuan teknologi memang memudahkan kehidupan manusia, dalam segi apapun. Namun, aku sendiri punya pemikiran sendiri dalam menyikapinya. Kadang-kadang, aku ingin semuanya kembali ke jaman aku masih SD, atau setidaknya SMP. Saat di mana semua orang belum punya ponsel, belum mengenal apa itu laptop, belum ada jejaring sosial, tidak ada sepeda motor sebanyak sekarang dan belum ada gedung-gedung mewah yang menggeser lahan persawahan atau ladang.
Lalu mengapa aku punya pemikiran demikian? Sederhana saja. Aku sudah kehilangan feeling sama orang yang terlalu addicted dengan teknologi. Teknologi yang ia gunakan tidak membuatnya canggih dan berwawasan luas, namun lebih kepada pembentukan pribadi autis bagi orang tersebut. Aku paling tidak suka dengan orang yang ketika aku ajak ngomong, tapi dia malah asyik dengan ponselnya. Rasanya, pengin kurebut ponsel itu dan kubanting tepat di depannya. Tak hanya sampai itu, akan kuinjak-injak benda bangsat itu. Agar dia tahu bahwa persahabatan itu jauh lebih berharga dibanding benda mati yang mati tanpa dicharge itu.
Saat kerja bakti pondokpun, seluruh santri sebenarnya diwajibkan untuk mengikutinya. Namun, lagi –lagi gara-gara teknologi yang disalahgunakan para autis di sini, mereka jadi asyik dengan dunia mereka sendiri. Mereka menggadaikan pahala yang dijanjikan jika mereka bergabung dalam tugas itu dengan perkara yang sepele, perkara yang seharusnya dijadikan untuk hiburan semata, bukan pelarian dari tugas, perkara yang membuat mereka nampak sepert orang autis dibanding orang-orang kebanyakan. Kalau saja aku masih menjabat sebagai Departemen Keamanan di pesantren ini, ingin kutendang saja laptop mereka yang sedang digunakan untuk bermain game, atau kuanjlokkan listrik kamar-kamar dan mendamprat orang-orang bego yang salah menggunakan teknologi. Akan kuterangkan secara blak-blakan kalau mereka adalah orang tolol yang tak tahu pentingnya mendulang pahala atas perintah abah kyai, dibanding dengan kesenangan semata yang tiada guna itu. Sama tak bergunanya mereka di pesantren ini!
Parahnya, orang yang punya fasilitas lengkap itu adalah orang yang tak maju-maju pengetahuannya. Mereka tetap saja tak punya bahan omongan bermutu ketika diajak berdiskusi, pokok bahasan mereka tak jauh berkutat dari masalah perempuan dan segala kelakuan nakalnya. Jika sudah berhadapan dengan tugas kuliah, gelagapanlah mereka, tanya sana tanya sini seolah tak tahu apa yang sedang mereka hadapi, seperti anak SD yang diberi tugas membuat makalah kampus, padahal mereka sudah punya modem, laptop siap pakai, listrik yang selalu on. Lalu mengapa mereka bisa setolol itu? Gampang saja masalahnya. Mereka gemar facebookan, gemar mengoleksi foto-foto tak senonoh daripada browsing sesuatu yang bermanfaat. Ditanya memuakkan tidak. Bagiku tidak, biasa saja. Karena aku tak pernah punya minat untuk bergaul dengan mereka.
Terakhir, aku tak pernah menyalahkan teknologi. Kalau sampai demikian, berarti aku yang goblok. Teknologi tak pernah bersalah selama dia dimanfaatkan oleh orang yang bijak. Celakanya, orang bijak di tempat ini bisa dihitung dengan jari.
Flashing mid-finger to those who act like autist!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar