
Perbedaan awal Ramadhan selalu menjadi polemik di negeri ini. Ada sebagian golongan yang mengklaim bahwa mereka telah melihat hilal, sehingga dengan dasar tersebut mereka memulai puasa di keesokan harinya. Namun, tak semua golongan atau orang menyetujui pernyataan tersebut. Pemerintah selalu mengadakan sidang isbat dengan dihadiri oleh ulama-ulama yang mahir kitab salaf dan ahli dalam ilmu astronomi. Sidang tersebut dimulai selepas Maghrib dan penentuan hasil rukyatul hilal selepas Isya’ dengan membandingkan hasil dari berbagai macam daerah. Nah, mendapati berbagai macam perbedaan itu, tak ayal membuat masyarakat menjadi bingung setengah mati. Akan ikut di golongan mana mereka?
Bagi aku, bukankah di dalam Al Qur’an telah disebutkan bahwa kita diwajibkan untuk mengikuti ulil amri yang di dalam konteks ini adalah pemerintah? Seperti yang termaktub di surat An- Nisa’ ayat 59;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Terjemahan: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasulnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya.
Selama pemerintah tersebut tidak menyalahi aturan agama, setiap keputusannya berdasarkan ilmu-ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan keshahihan sumbernya, dan disiarkan melalui media yang bisa diakses dengan mudah oleh semua elemen masyarakat, kita boleh ‘mempercayai’ apa yang telah pemerintah putuskan. Karena tak mungkin pemerintah gegabah dalam menentukan perkara agama yang menyangkut harkat hidup orang banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar