
Di sebelah selatan pondok pesantrenku, ada sebuah rumah makan tradisional yang baru saja dibangun. Umur tempat itu baru saja setahun. Setahun sebelumnya, tempat itu hanyalah berupa areal persawahan. Kini, lahan yang dulunya hijau itu berubah menjadi rumah berseng modern penuh dengan warna warni. Setiap jam makan siang dan sore datang, banyak pengunjung berdatangan ke tempat itu untuk sekedar mengisi perut dan menikmati hidangan yang katanya asli Magelang itu. (mengenai klaim asal muasal makanan tersebut, pak kyai pernah mengkritisi. Katanya asli Magelang, masa ketupatnya diproduksi dan didistribusikan oleh orang Sumbang ke tempat itu –Sumbang adalah daerah pedesaan di Purwokerto Timur. Tak jauh dari pondok pesantrenku).
Sebagai rumah makan baru yang rencananya membidik pasar mahasiswa dan eksekutif muda, rumah makan “Pabuaran” ini tentunya harus memikirkan strategi yang sesuai agar cukup menarik konsumen baru. Salah satu strategi yang nampak oleh orang awam adalah dipasangnya fasilitas Wi-Fi. Wi-Fi yang tersedia di tempat ini diharapkan dapat membuat pengunjung betah berlama-lama berada di dalamnya serta ‘tanpa terasa’ menikmati porsi yang lebih dibandingkan jika tidak tersedia fasilitas tersebut. Suasana sekitarnya yang masih dipertahankan yaitu sawah milik warga setempat, menambah yakin bagi siapapun kalau tempat ini mempertahankan konsep back to nature.
Uniknya, tak hanya pengunjung “Pabuaran” yang merasakan berkah fasilitas koneksi internet nirkabel ini. Kami, santri-santri juga menikmati hal serupa. Hanya saja, sinyal tersebut bisa diakses oleh penduduk lantai 3. Sedangkan di lantai 2 apalagi lantai 1, tak ada jaringan sama sekali. Sehingga, kalau mau berseluncur di dunia maya secara cuma-cuma, naiklah di lantai 3 dan tersedia akses internet sampai puas dengan koneksi yang lumayan cepat. Cukup puas, setidaknya hingga jam 10 malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar