Blogger news

Pages

Rabu, 24 Oktober 2012

Same Bright Sky



Ditinggal teman mudik itu memang sesuatu.
Sesuatu yang amat ‘kering’, biasanya kamar ramai, guyonan ga kenal arah dan waktu, asal ngomong tanpa perlu ada rambu-rambu yang mengaturnya, asal nyeplos tanpa perlu berpikir apakah yang akan kita bahas nanti memang perlu dibicarakan atau tidak, asal riuh dan cenderung ke arah geje alias ga jelas, benar-benar kutemukan ramai dan indahnya hidup di pesantren. Jujur, aku agak merasa kurang fit dengan teman-teman sekamarku. Namun itu bukan berarti aku tak menyukai mereka. Mereka adalah anak-anak yang baik, yang doyan bercanda juga. Hanya saja, porsi bercanda mereka kok terkesan kaya dibuat-buat, sengaja rame biar ga garing, eh ujung-ujungnya garing beneran. Terlebih, beberapa dari mereka sepertinya memang ga niat belajar hidup bermasyarakat. Belajar bagaimana berinteraksi antarmanusia dalam satu atap, berkomunikasi sewajarnya tanpa terasa imitasi, guyon seguyon-guyonnya tanpa merasa canggung dan semuanya itu kok belum kutemukan feel-nya di kamarku sendiri. Sehingga, tak heran jika di kamarku banyak orang namun terasa sepi seperti kuburan. Yang satu sibuk main ponsel, yang satu sibuk baca buku, yang satu sibuk main laptop, yang satu sibuk berkirim pesan singkat dengan orang yang jauh di sana, yang satu sibuk memperhatikan mereka semua dan sampailah pada kesimpulan awal kalau teman-teman sekamarku seolah kenal tapi tak kenal. Apalah itu namanya...
Sehingga, untuk mencari pelarian menuju ladang kehebohan, akhirnya aku sering transmigran ke kamar sebelah. Kamar Utsman, kamar yang 99% terdiri dari anak baru. Awalnya canggung abis memasuki kamar paling luas dibanding kamar-kamar lainnya itu. Namun, apa kata dunia kalau aku tak bisa mulai komunikasi dengan orang-orang baru lengkap dengan karakter mereka yang baru pula? Perlahan-lahan, aku mulai mengenal mereka satu per satu. Anak yang berinisial S, namanya yang singkat terdiri dari satu suku kata menyebabkannya jadi bahan ledekan. Biasanya teman-teman yang lain menambahkan nama cewek di belakangnya. Hasilnya, si empunya nama tak terima dan gejol-gejol seperti anak kecil yang lolipop-nya direbut sama teman-temannya yang nakal. Dia anaknya lucu, pintar ngebanyol dan ahli dalam urusan perempuan. Aku hampir tak mengira kalau anak berwajah pas-pasan itu nyatanya telah melanglang buana dalam hal mencari perempuan. Sudah tak terhitung lagi korban keganasan makhluk berwajah boros ini. Tak habis pikir aku dibuatnya.
Selain dia, aku juga punya sahabat dekat berinisial H, anak berlogat bandek ini memang tak begitu menonjol dibanding tersangka utama yang kubahas barusan. Namun kita langsung mempunyai kedekatan hubungan (hadeh bahasanya) sebab persamaan karakter bahasa di antara kita. Bersama dia dan teman-teman lain, kita seringkali mencetuskan olahraga pagi setidaknya seminggu sekali. Pertama, lari-lari pagi hingga GOR Satria, GOR terbesar di Purwokerto, jogging hingga Baturraden, hingga rencana untuk berenang ke KR Langen Tirta, meski aku menolak keras ajakan terakhir ini lantaran aku tak bisa berenang. Anak penggemar futsal ini juga banyak fans-nya. Jujur aku iri dibuatnya, bagaimana anak sekalem itu memiliki fans yang bejibun. Ketika kutanyai apa rahasianya, dia njawab, aku juga tak ngerti bagaimana bisa seperti itu. Benar kata orang kalau inner beauty ini tidak bisa diciptakan, namun muncul dengan sendirinya sehingga menyebabkan orang lain terpesona dengan kebaikan yang tak tampak itu. Di sinilah hebatnya dia.
Ada pula teman baruku berinisial I dan U, mereka berdua fasih dalam mengaji. Sebab keduanya pernah mondok sebelumnya, setidaknya pernah mengenyam pendidikan agama di sekolah, di pesantren atau di rumah mereka masing-masing. R, anak penggila jejaring sosial yang menyebabkan dia nyerempet jadi anak yang anti-sosial, L kecil-keci cabe rawit, IK yang selera humornya selalu ditabrakkan dengan kartun-kartun seperti Rindamen, bahkan aku sendiri tak tahu kartun macam apa itu, IB yang lelucon garingnya hanya bisa disamai dengan kerupuk yang dijual di warung depan dekat jalan raya, UC anak paling subur di antara teman-teman yang lain dan itu berarti dia paling gasik ngoroknya setiap malam dan E, anak berwajah arab namun berbahasa ngapak, ngapak kental sekental-kentalnya. Ada juga T anak pendiam abis, mungkin dia ditakdirkan sebagai kaum Adam sejati, yang tak banyak bicara dan tak banyak cngcong, hanya menjawab jika ditanya dan hanya tersenyum jika diusilin. Maha besar Allah yang telah menciptakan anak sependiam itu. Dan masih banyak lagi anak-anak yang belum kusebutkan lengkap dengan karakter khas mereka.
Menjelang Hari Raya Idul Adha, mereka pulang satu per satu. Ah, rasanya belum terbiasa menyaksikan kamar yang saban harinya penuh sesak seperti tenda pengungsian bencana alam, kini menjadi kamar yang sepi, melompong tak berpenghuni. Tak ada lagi keramaian di dalamnya yang menjadi penyebab utama kami sering kena tegur pengurus lantaran suara candaan kami yang kelewat keras hingga mendekati larut malam. Semoga saja ini tak berlangsung lama.
When you know your friends are miles away,
Remember that you still see the same bright sun, the clear night sky, the same moon, the same sparkling stars with them.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar