Blogger news

Pages

Senin, 19 Maret 2012

Cerita dari Sudut Papringan


Banyak orang yang mau membayar berapapun untuk bisa menikmati kembali keindahan hidup berdampingan dengan alam. Gaya hidup metropolis yang setiap hari selalu disibukkan dengan urusan khas perkotaan, membuat mereka ingin mencoba sesuatu yang baru: menikmati tatanan desa tradisional di Bali dengan budget mahalnya atau hanya sekedar desa yang benar benar desa? Dengan segenap kesederhanaan di dalamnya, diharapkan akan mengembalikan kesegaran melalui hadirnya inspirasi alamiah.

Lalu bagaimana denganku dan rumahku?
hahaha kita sudah terlalu lama tinggal bersamaan dengan alam. Bahasa gaulnya ndeso. Tinggal di sebuah rumah sederhana yang dikelilingi rumpun pepohonan bambu, sudah menjadi sahabat akrabku sedari kecil. Banyak anggapan miring ttg rumahku. Orang bilang, papringan adalah sarang gendruwo, tempat base camp inilah itulah, tapi selama aku tinggal di sini, semuanya biasa-biasa saja.

Hanya ada sedikit cerita, di siang hari selalu ada suara burung yang aku tak paham apa nama burung itu. Suaranya kecil melengking, jika didengar dengan seksama, seperti orang ketawa. Pokoknya ngeri kalau burung ini masih berkeliaran di malam hari. Sejumlah burung gagak juga sering terdengar mulai menjelang maghrib, malam, sampai menjelang subuh. Kalau saja pas beruntung, kita jg bisa menemui kupu-kupu cantik bersayap lebar dan hitam. Dan aku sangat bersyukur karena kupu-kupu tersebut masih ada di lingkungan sekitarku, berhadapan dengan ancaman kelangkaan spesies. Sehabis hujan, kita bisa mendengar celoteh katak dari arah blumbangan pesantren, kolam-kolam milik pesantren. Tak lupa suara gangsir pagi dari arah papringan mengingatkanku pada suasana pegunungan.

Bagiku, menikmati alam sekitar tak harus pergi jauh-jauh. Jika kita lebih peka terhadap perkataan alam, niscaya kita paham kalau mereka sedang menghibur kita setiap hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar