Blogger news

Pages

Minggu, 25 Maret 2012

Un Dia Sin Ti

Gerimis itu kuibaratkan sebagai dandelion.
Yang ditebarkan oleh para malaikat kecil di bawah surga sana.
Dengan bulu halusnya, seolah ingin menyapa manusia betapa halusnya rahmat dan karunia Sang Kuasa.
Dan demi waktu dandelion itu terbang mengarak senja, kutemukan celah Ia memberiku satu masa yang paling bermakna sejalan tiga putaran bulan.
Rupanya rahmat-Nya tak hanya soal makan, sehat, rejeki, iman atau intan belaka, namun seseorang yang mampu menyeret gerimis semendung apapun menjadi senja berlembayung jingga merah dwiwarna.
Batinku, ingin kuulang meratap dibawah hamburan dandelion rahmat-Nya itu, dengan kehadiran dan senyumannya tentu saja.
Bukankah orang bilang, menangislah di bawah hujan agar orang tak tahu seberapa banyak air mata yang mengalir dari kedua matamu?
Deminya, tak layak dengan menaburinya air mata. Harapan saja kurasa cukup.
Toh, Dia lebih pandai pun lihai menyusun kejutan untuk umat-Nya.
Selama aku menunggu dan menerka, tiada menghampiriku satu dari kejutan-Nya.
Biarkan saja Dia merangkai skenario-Nya.
Namun, pabila buah ideku diterima, kejutan di bawah taburan mesra dandelion surga pastilah lebih memerahkan senja dan menggelapkan awan hujan.
Bukan perkara yang pertama, sekali saja manusia pun sepakat itu tak seberapa.
Setidaknya, seperti kukatakan di atas: berharap saja sudah cukup, pun berharap tak berdosa.
Dan diam diam sedikit menerka pada dandelion ke berapa Ia meracaukan senja dan guntur dari arah utara.
Sebelum suatu hari tanpanya, setidaknya tak berdosa jika tetap berasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar