
Sore ini bulik membeli gula kemasan. Iseng-iseng sambil duduk santai, aku melihat lihat bagaimana metode penjualan gula yang semula hanya dibungkus plastik sederhana dan diikat karet gelang, kini sudah bertransformasi menjadi gula bening dibungkus dengan plastik premium yang mengkilat luar biasa warna warninya. Pada bungkus gula itu, kulihat terdapat gambar seorang ibu memegang cawan berisi gula, lengkap dengan background perkebunan tebu yang lebat, siap panen sepertinya. Hanya karena melihat inilah, saya jadi ingat dulu ketika masih kecil. Waktu itu saya sedang berlibur ke desa. Kebetulan pas ada panenan tebu. Aku, adik dan paman bermain ke sawah untuk sekedar melihat-lihat penduduk desa yang sedang memanen tebu mereka.
Mereka kebanyakan tak mengenalku karena aku memang lama tinggal di kota dan jarang terlihat di desa, kecuali jika musim liburan seperti saat itu. Jadi mereka bertanya tanya, siapa aku. Waktu itu aku malu untuk menjawab, jadi pamanlah yang menjawab. Nah, setelah mereka tahu aku adalah kakak dari adikku, mereka memberi kami berdua sebatang tebu sebagai hadiah penyambutan kedatanganku ke desa. "Nang kutho ora bakal ono koyo ngene Gus", begitulah komentar mereka.
Merasa asing dengan tebu dan bagaimana cara menikmatinya, aku pun hanya memandangi benda yang masih baru dipotong dari lahannya itu. Aku bertanya, bagaimana cara makan tebu? Bilamana batangnya sekeras ini, bisa lepas gigi susuku kalau nekat melakukan aksi debus melawan tebu.
Rupanya adikku lebih pintar dari aku. Ia mengajariku bagaimana menikmati rasa manis di setiap sesapan dan gigitan di ujung potongan batang tebu. Aku pun menirunya, meski dalam hatiku aku bergumam, "Ini adalah aksi aneh pertama dalam hidupku soal tebu. Kalau ibuku tahu aku melakukan ini, ia pasti marah tak kepalang tanggung melihat aksiku ini"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar