
Bersyukurlah aku yang pernah tinggal di desa.
Setiap akhir pekan, aku dan adikku selalu tukar-tukaran menginap di rumah masing-masing. Kalau minggu ini aku menginap di rumahnya, maka minggu besok gantian dia yang menginap di rumahku. Kira-kira acara unik ini dilakukan ketika aku masih SD-SMP hingga awal SMA sebelum akhirnya adikku pindah ke Jakarta.
Suatu malam, kita iseng membuat tenda seadanya memakai kain bagor. Besar tenda itu kurang lebih hanya pas untuk kita berdua. Di depan tenda sudah siap sedia kayu bakar, tungku sederhana dan ubi yang dipanen tadi sore. Hanya diterangi satu buah sentir kecil, kita berniat untuk membakar ubi tersebut untuk makan malam.
Sementara adikku daden geni, aku tiduran di dalam tenda. Boleh percaya atau tidak, meski tenda itu nampak sederhana dari luar, tapi dalam tenda tersebut terdapat fasilitas yang lux bagi kami. Ada tikar, bantal & selimut. Nyaman sekali buat tiduran.
Malam semakin larut, ubi yang rencananya untuk makan malam belum matang juga alias gagal dibakar. Api sulit dibuat lantaran angin cukup besar. Akhirnya kita makan malam di dalam rumah.
Setelah makan malam usai, kami kembali ke tenda. Sambil bercerita menunggu ngantuk, tiba-tiba aku mendengar seseorang berjalan di belakang tenda kami. Entah itu siapa, yang jelas di sekitar tenda kami gelap gulita. Dan yang pasti adalah hutan. Tak mau terjadi apa-apa, akhirnya kami berdua berteriak sekencang-kencangnya serta berlarian menuju rumah. Di dalam rumah, ada paman dan simbok yang bertanya kepada kami apa yang terjadi. Dengan napas yang terengah-engah, aku menjawab perihal suara aneh di belakang tenda itu. Paman saja ada di dalam rumah, lalu siapa yang di belakang tenda tadi?
Biarpun paman memang suka menakut-nakuti kami berdua, rasanya tak mungkin dia ada di dua tempat di waktu yang bersamaan.
Entahlah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar