
Setelah masa kejayaan Blackberry lewat, kini seolah menjadi kebanggaan sendiri jika menenteng perangkat layar sentuh. Banyak anak sekolah yang kutemui di pinggir jalan.
Berbagai macam ponsel dengan sistem operasi mereka punyai. Di satu sisi, aku senang karena mereka mengikuti perkembangan teknologi seluler. Di lain sisi, ada tiga hal yang kusayangkan.
Pertama, pengguna ponsel entah touchscreen atau bukan, seolah mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Lebih suka ngobrol dengan orang yang jauh di sana via sms daripada berbagi cerita dengan kawan di sampingnya. Miris sekali. Untung waktu sekolah aku belum punya ponsel :D Sehingga banyak waktu kuhabiskan bersama dengan temanku, bukan dengan benda mati itu. Kedua, semakin canggih gadget seharusnya membuat si empunya makin canggih pula. Malu dong kalau ponselnya canggih tapi hanya digunakan untuk berkeluh kesah lewat jejaring sosial tanpa mengakses informasi lain yang ditawarkan melalui gadget canggihnya itu. Ketiga, menggunakan ponsel tipe layar sentuh berkemungkinan mendatangkan dosa bagi pemiliknya. Bagaimana bisa?
Ambillah ilustrasi berikut, seorang pemilik ponsel Nokia senter (tipe hape murah Nokia) duduk bersebelahan dengan pemilik touchscreen. Ia menyaksikan bagaimana ponsel canggih itu menawarkan fungsi multitasking, open new tab, scrolling notification, bright display, bahkan 3D display, membuatnya ingin segera membuang hape senternya itu dan digantikan dengan ponsel mewah itu. Dengan segenap upaya yang membabi buta akan dilakukan demi revolusi kepemilikan gadget baru. Bukankah itu sebuah dosa? Hahaha...
Tapi, salah satu point mendasar yang perlu digarisbawahi adalah menggunakan perangkat teknologi canggih apapun tak akan membuat seseorang menjadi ikutan canggih. Tergantung bagaimana kualitas otaknya. Itu yang harus dipertanyakan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar